Monday, January 18, 2010

namimah

Namimah (Adu Domba)

Ghibah

Ghibah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Ghibah adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, ahlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.
[sunting] Ghibah Keji Dan Kotor

Banyak orang meremehkan masalah ghibah, padahal dalam pandangan Allah ia adalah sesuatu yang keji dan kotor. Hal itu dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Riba itu ada tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan daripadanya sama dengan seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri), dan riba yang paling berat adalah pergunjingan seorang laki-laki atas kehormatan saudaranya". (As-Silsilah As-Shahihah, 1871)
[sunting] Keutamaan Mencegah Gibah

Wajib bagi orang yang hadir dalam majlis yang sedang menggunjing orang lain, untuk mencegah kemungkaran dan membela saudaranya yang dipergunjingkan. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam amat menganjurkan hal demikian, sebagaimana dalam sabdanya. "Artinya : Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menolak menghindarkan api Neraka dari wajahnya". (Hadits Riwayat Ahmad, 6/450, hahihul Jami'. 6238)

Hasad

Hasad
unduk | Akhlaq, Mimbar Jum'at | Wednesday, May 27th, 2009

Dosa hasad merupakan dosa yang pertama dilakukan iblis yang enggan tunduk memberi penghormatan kepada Adam as sehingga ia dikutuk Allah SWT. Sedang dosa yang pertama muncul di bumi ialah dosa yang dilakukan Qabil karena hasad kepada saudaranya sendiri yang bernama Habil. Habil dibunuh Qabil yang hasad karena iri akan nikmat yang diperoleh Habil yang qurbannya diterima Allah SWT.

Di dalam Al-Quran dikisahkan:

Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurutyangsebenarnya, ketika keduanya memper-sembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil).
la berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”
Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”.
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam”.
“Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim”.
Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya.
Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini? ” Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal
(QS. Al-Maidah[5]: 27-31).

Oleh karena itu, dalam QS. Al-Falaq [113] ayat 5 Allah S WT menginformasikan kepada kita untuk senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya dari kejahatan orang yang hasad apabila ia hasad.

Hasad mempunyai pengertian secara bahasa berarti dengki, benci. Sedangkan menurut istilah yaitu membenci nikmat Allah SWT yang dianugerahkan kepada orang lain, dengan keinginan agar nikmat yang didapat orang tersebut segera hilang atau terhapus.

Lebih jauh para pakar mengemukakan pengertian hasad sebagai berikut:

1. Menurut Al-Jurjani Al-Hanafi dalam kitabnya, hasad ialah menginginkan atau mengharapkan hilangnya nikmat dari orang yang didengki (mahsud) supaya berpindah kepadanya (orang yang mendengki atau hasad).
2. Menurut Imam al-Ghazali hasad ialah membenci nikmat Allah SWTyang ada pada diri orang lain, serta menyukai hilangnya nikmat tersebut.
3. Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya hasad ialah kerja emosional yang berhubungan dengan keinginan agar nikmat yang diberikan Allah S WT kepada seseorang dari hamba-Nya hilang dari padanya. Baik cara yang dipergunakan oleh orang yang dengki itu dengan tindakan supaya nikmat itu lenyap dari padanya atas dasar iri hati, atau cukup dengan keinginan saja. Yang jelas motif dari tindakan itu adalah kejahatan.

Bila kita simak dengan seksama pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas, nampak dengan jelas bahwa perilaku hasad atau dengki adalah penyakit rohani, yang akan sangat mempengaruhi eksistensi amal kebaikan yang dilakukan seseorang.

Hal ini sebagaimana dinyatakan Rasulullah Saw dalam sabdanya, “Jauhilah oleh kamu sekalian sikap hasad (dengki), karena sesungguhnya sikap hasad itu memakan (menghabiskan) kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan (menghabiskan) kayu bakar“. (HR. Abu Daud -Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Yang sangat menarik dari redaksional hadits di atas adalah kata hasad dalam bentuk mufrad (singular) dan hasanaat dalam bentuk jamak (plurat), ini artinya satu kali berbuat hasad akan berakibat kepada rusaknya amal-amal kebaikan yang pernah dilakukan.

Oleh karena itu prilaku hasad sebagaimana diutarakan diatas adalah termasuk satu dari jenis-jenis per-buatan yang terlarang. Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah kamu sekalian saling menghasud, saling membenci, saling memata-matai, saling membukakan aib, saling tipu dan saling menjatuhkan, tapi jadilah kamu sekalian hamba Allah yang bersaudara“. (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra.).

Kendati demikian, perlu diketahui bahwa ada pula prilaku hasad yang dibolehkan, karena berdampak positif, yang dalam istilah lainnya disebut dengan al-ghibtah. Hasad dalam arti al-ghibtah ini dijelaskan dalam hadits Rasulullah Saw:

“Tidak boleh hasad kecuali dalam dua hal, yaitu (hasad kepada) orang-orang yang diberi kemampuan (membaca) al-Quran oleh Allah, lalu dia menegakkan (melaksanakan membaca) al-Quran baik diwaktu siang ataupun malam dan (hasad kepada) orang-orang yang diberi harta oleh Allah lalu dia infakkan baik diwaktu malam ataupun diwaktu siang“. (HR Muslim).

Ghadab

Ghadab : Marah : Motif, Akibat & Obatnya

Ditulis oleh trijokobs di/pada April 22, 2008

GADHAB (baca: ghodhob) secara harfiah memang berarti “marah” atau “pemarah”. Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan RasulNya.

Tentang hal ini Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si Fulan marah kepada si Fulanah berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah, (kemudian) orang itu mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).

Marah Negatif & Marah Positif
Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan tidak sayang kepada si Fulanah”? Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami motif di balik kemarahan itu. Dengan demikian kita akan tahu pasti sifat marah si Fulan kepada si Fulanah. Apakah kemarahannya masuk kategori positif atau negatif.

Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah marah. Mereka marah saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at yang telah ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka akan marah kepada anak-anaknya yang tidak berbakti dan tidak hormat kepadanya, dst. Itulah sifat marah positif yang diperbolehkan Allah dan RasulNya.

Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari nafsu lawwamah. Itu marah negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan RasulNya. Jadi, marah positif adalah marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang marah negatif adalah marah karena syaitan (ghodhobus syaitan).

Marah Karena Allah
Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.
Sebagaimana dalam sejarah Nabi Hud as dan kaum ‘Aad. Ia marah kepada kaumnya yang tidak mau mengikuti hukum syari’at yang telah Allah tetapkan atas mereka. Juga saat kaumnya diajak menyembah Allah SWT, mereka memperolok-olokkan ajakan Nabi Hud as.
Bahkan mereka menjawab: “Apakah kamu (Hud) datang kepada kami (kaum ‘Aad) agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah adzab kepada kami jikalau kamu temasuk orang-orang yang benar”.

Tak ayal Nabi Hud as menjawab tantangan kaumnya. Seperti terlukis dalam Al Qur’an:
“Ia (Hud) berkata :” Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan kemarahan dari Tuhanmu….”
(QS. Al A’raaf: 71)
Sejarah Islam juga mencatat peristiwa saat Nabi Musa as pergi ke Gunung Thur untuk memenuhi panggilan Allah. Ia meninggalkan kaumnya dan mempercayakan pada adiknya, Nabi Harun as.
Namun, tanpa sepengetahuan Nabi Musa as kaumnya kemudian membuat berhala dari emas, yang dibentuk menjadi seekor anak lembu untuk sesembahan. Setelah Musa kembali menemui kaumnya, alangkah kaget dan sedihnya ia. Berkatalah Musa as:
“Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergian-ku! Apakah kamu hendak mendahului Tuhanmu?”.
Sambil marah-marah, Nabi Musa as melempar Kitab Taurat ke hadapan kaumnya, sementara tangannya meraih kepala Nabi Harun as, adiknya. Nabi Musa meminta pertanggungjawaban Nabi Harun as atas peristiwa yang menimpa kaumnya.
Namun, dengan sabar Nabi Harun as menjelaskan duduk masalahnya. Katanya:
“Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku. Sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”.
Setelah mendengar penjelasan Nabi Harun as tentang peristiwa itu, redalah amarah Nabi Musa as.
“Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (taurat) itu .. (QS. Al A’raaf: 154)

Kemarahan Nabi Yunus & Rasulullah SAW
Nabi Yunus as juga seorang Rasul Allah yang sudah jelas ma’sum (terpelihara dari dosa). Namun, ternyata ia juga sempat tergores sifat ghodhob yang menjurus ke negatif, walaupun hanya terhadap kaumnya.
Karena luapan sifat amarah, Nabi Yunus sempat pergi meninggalkan kaum yang mendurhakainya. Namun, sadar bahwa dirinya dikuasai luapan rasa marah terhadap kaumnya, kemudian ia berdoa dan menghukum dirinya sendiri sebagai orang yang zalim:
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap:”Bahwa tidak ada tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. 21:87).

Siti ‘Aisyah ra juga pernah berkata:
“Biasanya Rasulullah saw manakala menyuruh sahabat-sahabatnya, disuruh mereka mengerjakan amalan-amalan yang sekiranya mereka sanggup mengerjakannya”. Kemudian para sahabat berkata :”Ya Rasulullah, kami ini tidak seperti Anda. Allah telah mengampuni dosa Anda yang telah lalu dan yang akan datang”.
Mendengar ucapan para sahabat, Rasulullah saw marah. Sebagaimana tersurat dalam Hadis:
“Maka marahlah Rasulullah saw sehingga kelihatan dimukanya tanda kemarahan, kemudian beliau mengatakan; sesungguhnya yang paling taqwa dan lebih mengetahui kepada Allah di antara kamu sekalian adalah aku.” (HR. Bukhari dari ‘Aisyah ra).

Sekilas peristiwa dalam sejarah Nabi Hud as., Musa as, Yunus as, dan Rasulullah saw, jelaslah bahwa mereka marah bukan karena nafsu lawwamah yang bersifat ghodhob, tetapi karena Allah SWT.
Maka amarah itu tidak mengurangi kema’suman mereka. Sebab mereka “marah karena Allah”.
Beda dengan kita yang selalu cenderung kepada perbuatan mesum bukan ma’sum dan senantiasa dikuasai sifat marah.
Sifat marah para Nabi dan Rasul adalah atas dasar kasih sayang. Sebab mereka tidak tega jika umat atau kaumnya mendapat azab akibat perbuatan mereka. Mereka marah karena mereka tahu bahwa Allah marah terhadap orang-orang semacam itu. Maka kemarahan mereka atas dasar Allah. Atau bisa juga dikatakan: “Yang marah pada hakikatnya Allah”

Takutlah Kepada Allah
Telah dijelaskan, Nabi Yunus as sempat tergores sifat marah, tetapi bukan marah yang dimaksud ghodhob atau sifat nafsu lawwamah sepeperti umumnya manusia biasa. Ia marah karena umatnya tidak mau mengikuti seruannya. Artinya, marah karena Allah. Tetapi ia masih juga terkena hardik Allah.

Marah karena Allah adalah marah yang positif. Sebab hal tersebut berdasarkan kesadaran akidah dan amal ibadah. Itu berarti, layak bagi seorang Rasul memarahi umatnya yang melanggar syari’at.
Memang, kebenaran harus disampaikan secara berani. Tidak boleh takut. Sebagaimana firman Allah: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridha’anNya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepadaKu. Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS. 48:29 dan QS.4:44).

Marah Karena Setan
Apa pula yang dimaksud ghodhobus-syaitan (marah karena setan)? Ialah:
“Tidak seorang marah melainkan terdorong oleh kebutuhan syahwat duniawi”. Maksudnya ialah marah yang diselimuti kemaksiatan atas dasar hembusan nafsu lawwamah bersifat ghodhob.

Sifat ghodhob itu senantiasa meliputi jiwa orang-orang yang cenderung ingin menguasai sarana kehidupan dunia. Itulah suatu kemaksiatan batin. Sebentuk aniaya bagi dirinya. Dan disebut marah karena setan sebab marahnya tidak berlandaskan norma-norma ajaran Islam.
Setan itu dari bangsa jin. Ada pula yang dari bangsa manusia. Maka jika ada orang marah-marah karena tidak tercukupi urusan syahwatnya, itulah setan dari bangsa manusia yang sedang marah-marah!

Marah sebagai hembusan ghodhob atau sifat nafsu lawwamah tentu merupakan marah negatif. Si pemarah atas dasar nafsu tersebut layak disebut setan. “Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan itu dijadikan dari api”, demikian Hadis Nabi. (HR. Ahmad, Abu dawud).

Amarah Qabil
Benih sifat ghodhob di dalam jiwa manusia akan tumbuh bila ada pasokan “pupuk” yang menyuburkannya. Pasokan “pupuk” tersebut lewat pancaindera yang tertampung pada bejana gharizah, naluri hewani.
Naluri tersebut menampung limbah yang mengairi ladang jiwa berbenih ghodhob. Setelah sifat itu tumbuh subur, akan tampak “bunga”nya berupa tabiat buruk. Buahnya adalah “amarah karena setan”.

Itulah marah negatif yang datangnya dari setan jenis manusia. Sebagaimana Qabil marah pada Habil adiknya yang akan dinikahkan dengan Iklimah, saudari kembarnya yang cantik dan amat dicintainya.
Qabil tidak setuju dengan hukum (undang-undang) pernikahan yang telah ditetapkan Allah pada zamannya. Kemarahan Qabil terhadap Habil memuncak setelah keputusan Allah turun: Habil boleh menikah dengan Iklimah saudari kembarnya Qabil.

Karena dikuasai sifat ghodhob yang bersumber dari nafsu lawwamah, serta merta Qabil membunuh Habil. Sejarah mencatat, peristiwa Qabil dan Habil adalah peristiwa pembunuhan pertama kali di muka bumi. Penyebabnya ialah sifat ghodhob yang tak terkendali.

Firaun & Musa
Ingat Fir’aun? Si Raja lalim itu pernah marah pada anak angkatnya: Nabi Musa as. Alkisah, ketika Musa masih kecil dan ditimang-timang, tiba-tiba bocah itu menjambak janggut Fir’aun. Tak ayal, amarah sang Raja meluap. Nyaris saja si raja lalim itu membunuh Musa as. Tetapi istrinya melerai dengan bujuk rayu yang menghibur.

Kemarahan Fir’aun pada Musa as juga terjadi tatkala Musa as meningkat remaja. Penyebabnya: Musa as memukul Qibti, pemuda Mesir Kuno, penduduk asli. Akibatnya, pemuda tersebut mati.
Lebih geram lagi kemarahan Fir’aun pada Musa as. setelah ia mengetahui bahwa anak angkatnya itu “pemimpin revolusioner bangsa Israil yang mengancam kekuasaannya”.

Kemarahan Fir’aun dilukiskan di dalam Al Qur’an: “(Fir’aun berkata): “Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita”. (QS. 26 As Syu’araa : Ayat 54, 55)

Namrud & Abu Lahab
Raja Namrud juga pernah marah-marah kepada Nabi Ibrahim as. Pangkal soal, Nabi Ibrahim as memporak-porandakan tuhan-tuhan Namrud yang berbentuk patung-patung. Luapan amarah Namrud dilampiaskan dengan membakar hidup-hidup Ibrahim as. Namun Nabi Ibrahim as diselamatkan oleh Allah dari panas api dan amukan amarah Raja Namrud.

Ketika Muhammad saw memproklamirkan kenabiannya, orang yang pertama kali marah adalah Abu Lahab, pemuka kaum Quraisy yang disegani. Amarah Abu Lahab memuncak setelah mendengar pernyataan keponakannya itu sebagai seorang Rasulullah, yang diutus untuk memperbaiki peradaban manusia yang bobrok.
Abu Lahab mendorong kemenakannya itu. Ia amat marah mendengar pernyataan Muhammad saw sebagai “Rasul Akhiruz Zaman”. Bahkan, dengan amarah yang meluap, Abu Lahab bertekad akan selalu menghalang-halangi “Syi’ar Islam”, sampai mati. Sifat dan sikap yang akhirnya mengundang murka Allah SWT. Firman-Nya:
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. 111:1-5).

Si Pelopor Sifat Ghodob
Sifat ghodhob merupakan benih kejahatan dalam diri manusia. Sifat tersebut tentu amat berbahaya. Bencana akan terjadi di muka bumi jika jiwa didominasi sifat ghodhob. Bahkan dampaknya akan berjejak sampai kehidupan di akhirat.
Sifat pemarah adalah penyakit jiwa. Manusia mendapat warisan sifat itu dari setan, dan setan mendapat warisan dari Iblis — pelopor sifat ghodhob.

Iblis pernah bersengketa dengan Allah. Pangkal masalahnya: Iblis disuruh bersujud sebagai tanda hormat pada Adam as. Namun Iblis menolak. Bahkan marah-marah di hadapan Allah. Alasannya, dirinya lebih mulia dibanding Adam. Adam dicipta Allah dari tanah, sedang ia dari api.
Amarah Iblis memuncak setelah ia mendapat murka Allah. Iblis pun berjanji akan menyesatkan Adam as dan anak cucunya sampai hari kiamat. Tentu, ajakan sesat Iblis dan pasukannya takkan mempan bagi manusia yang beramal saleh dan ikhlas karena Allah.

“Bukanlah orang yang kuat itu kuat bergulat, (tetapi) sesungguhnya orang yang kuat itu ialah orang yang dapat (mampu) menguasai nafsunya tatkala marah”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra.)

Jihadul Akbar
Jelaslah, sifat ghodhob amat berbahaya bagi keselamatan jiwa manusia. Terutama bagi akidah. Sebab sifat itu dapat menumbuhkan kemunafikan, kefasikan, dan perbuatan jahat lainnya. Akibatnya, timbullah bencana yang akan merugikan. Bukan saja bagi orang-orang lain, tapi terutama bagi diri sendiri.

Maka, tidak ada satu obat penawar untuk penyakit ghodhob kecuali dengan mandi air ma’fu. Dengan kata lain, jika ada orang dirasa merangsang amarah, segeralah istighfar dan maafkan dia. Dengan memaafkan maka lenyaplah benih amarah dalam diri kita. Itulah kemenangan yang sebenarnya. Yakni kemenangan dalam memerangi hawa nafsu (Jihadul Akbar).

Rasulullah Sang Pemaaf
Sejarah menunjukkan, Rasulullah saw adalah Nabi yang dikenal amat pemaaf. Sifat itu tercermin antara lain ketika budak Habtsi membunuh paman beliau, Rasulullah saw tetap memaafkan si budak. Bahkan, tidak sedikit peristiwa yang menimpa Nabi, namun beliau tetap tidak menutup pintu maaf.

Ada peristiwa lain yang sangat mengharukan. Syahdan, suatu hari Rasulullah saw pernah dilempari batu oleh seorang pemuda musyrikin. Akibatnya, mulut beliau berdarah. Bahkan beberapa gigi beliau rontok. Bagaimana sikap beliau? Dengan sabar, beliau tetap saja memaafkan.

Melihat peristiwa itu, keruan para sahabat cemas. Ada juga yang geram. Tak ayal, salah seorang sahabat berkata: “Ya Rasulullah, engkau adalah Habibullah (kekasih Allah). Jika kau doakan celaka orang itu, maka akan celakah orang itu.” Apa jawaban Rasulullah?
“Aku dibangkitkan ke dunia ini bukan untuk mencelakakan orang lain,” sabda beliau. Bahkan, dengan penuh kesabaran kemudian beliau berdoa: “Allahummaghfir liqaumi fainnahum laa ta’lamun.” (“Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak tahu siapa aku.”)

Obat Mujarab: Memaafkan
Sulit memang menghitung kalimat maaf yang telah terlontar dari mulut Nabi saw yang shiddiq. Sifat tersebut tentu juga tak lepas dari bimbingan dan petunjukNya.
Sebagaimana firman Allah: “Maka bersabarlah kamu (, hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang (Yunus) yang berada dalam (perut) ikan ketika berdoa, sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya)”. (QS. 68 : 48 )

Tugas Agama

Ananiyah (Pola Hidup tak Berkemanusiaan)
2:19 PM


Tabiat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain meniscayakan adanya hubungan interaktif, sinergis dan mutualisme diantara sesamanya. Hal ini sangat penting dalam membentuk kehidupan masyarakat yang berkebudayaan. Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang mampu memhasilkan kebudayaan yang tinggi. Dan kebudayaan yang tinggi tercipta diawali dengan adanya egaliterianisme dalam masyarakat itu sendiri. Selama masih terjadi kesenjangan-kesenjangan sosial dalam masyarakat maka selama itu pula kebudayaan yang tinggi tidak akan pernah bisa tercipta.

Pemandangan kontras dalam suatu komunitas yang penuh dengan kesenjangan pasti secara otomatis akan menjadi satu miniatur kebudayaan rendah yang nihil dari nilai-nilai luhur sosial. Bayangkan jika disebelah kita masih banyak rumah-rumah reot sementara kita terus meninggikan bangunan rumah kita dengan dengan tiang-tiang pencakar langit. Atau pemandangan seorang yang sangat sibuk dengan pekerjaannya, bergelimangkan harta, sementara masyarakat di sekelilingnya rame-rame nongkrong di pos ronda kampung karena tidak mempunyai pekerjaan. Itu semua adalah sebagian dari contoh umum kehidupan sosial yang tak berkebudayaan. Yaitu kumpulan masyarakat yang kosong akan nila-nilai luhur kebudayaan.

Untuk membentuk satu masyarakat yang berbudaya maka harus dimulai dari komunitas yang terkecil. Masyarkat terdiri dari kumpulan komunitas-komunitas dan pembentukan kebudayaan pastinya akan dimuali dari komunitas-komunitas tersebut. Satu komunitas yang terdiri dari kumpulan manusia-manusia yang berbeda baik daerah, strata ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Akan tetapi semuanya berkumpul dalam satu lingkungan karena saling membutuhkan dengan yang lainnya serta adanya kesamaan visi dan tujuan. Jadilah ia komunitas kecil yang hampir mirip dengan keluarga. Misalnya dalam komunitas kos-kosan, komunitas pesantren, dan lain sebagainya.

Lebih spesifik lagi ada hal yang dapat membuat kehidupan sosial dalam satu komunitas menghilang. Sikap ananiyah atau egoisentrisme dalam diri seseorang akan mengakibatkan hilangnya stabilitas sosial komunitas tersebut. Ketika seseorang tidak lagi memiliki kepekaan sosial maka ia akan cenderung selalu melakukan sesuatu hanya untuk dirinya sendiri. Padahal salah satu kaidah umum tak tersurat dalam komunitas yang berkebudayaan adalah adanya sikap selalu mendahulukan kepentingan bersama dan sebisa mungkin menghindari sesuatu yang dapat merugikan kepentingan bersama.

Hilangnya sikap peka terhadap lingkungan menjadi awal dari hancurnya bangunan keharmonisan satu komunitas. Tentunya hal ini sangat bersifat subjektif karena sasarannya adalah individu dari setiap anggota komunitas tersebut. Sikap egoisentrisme atau ananiyah hanya akan membentuk pola hidup yang takberkemanusiaan dalam satu komunitas tertentu. Betapa menakutkannya sifat egois seseorang sampai dapat mengarah pada kehidupan yang tak manusiawi. Hal ini sangat wajar terjadi karena kehidupan bersama mengharuskan adanya komunikasi yang inherent. Rasa toleransi serta kesadaran untuk berbagi merupakan unsur pembentuk yang wajib terpenuhi dalam membentuk kehidupan yang manusiawi. Seandainya satu komunitas nihil dari unsur-unsur tersebut maka kehidupan yang sehat dan harmonis mustahil akan tercipta.

Kehidupan yang berkebudayaan hanya mungkin tercipta jika setiap individu di dalamnya mempunyai sifat toleran, sadar diri, peka terhadap lingkungan, dan kemauan untuk memanusiakan orang lain. Sifat-sifat tersebut tidak lain adalah oposite atau kebalikan dari sifat ananiyah atau egoisentrisme.

Selain membuang jauh sifat egoisentrisme dalam diri kita faktor lain yang penting untuk diperhatikan dalam kehidupan bersama adalah kesadaran untuk berbagi, dan kemauan untuk memanusiakan orang lain.

Kehidupan akan terasa dingin dan beku ketika tidak ada kesadaran untuk berbagi diantara setiap anggota komunitas. Juga kesadaran untuk tidak melakukan sesuatu yang akan berakibat merugikan orang lain. Contoh kecil yang menggambarkan betapa kesadaran untuk berbagi sangat penting dalam kehidupan bersama. Mungkin ada sebagian orang yang sangat muak dan tidak nyaman saat teman serumah atau sekamarnya selalu masak dan makan sendiri. Tanpa berempati kepada teman lainnya yang barangkali juga belum makan. Malah celakanya kalau ada teman lain masak dia ikut makan juga. Atau kesadaran untuk menutup pintu kamar mandi setelah menggunakannya. Hal-hal yang sangat sepele seperti ini terkadang tidak disadari oleh sebagian orang. Terkadang kita tidak sadar apa yang kita lakukan merugikan orang lain dan tidak baik untuk kehidupan bersama. Padahal inilah sebenarnya bibit-bibit sifat egoisentrisme yang tak manusiawi..

Macam & Jenis Penyakit Hati / Sifat Buruk - Iri Hati, Dengki, Hasut, Fitnah, Buruk Sangka, dan Khianat - Definisi & Pengertian

Macam & Jenis Penyakit Hati / Sifat Buruk - Iri Hati, Dengki, Hasut, Fitnah, Buruk Sangka, dan Khianat - Definisi & Pengertian
Macam-macam arti penyakit hati dan sifat buruk manusia :
1. Iri Hati
Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rizki / rejeki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran islam adalah iri dalam hal berbuat kebajikan, seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat menyebarkan ilmunya di kemudian hari. Atau iri untuk membelanjakan harta di jalan kebenaran.

2. Dengki
Dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain bahagia dan berusaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. Sifat ini sangat berbahaya karena tidak ada orang yang suka dengan orang yang memiliki sifat seperti ini.

3. Hasut / Hasud / Provokasi
Hasud adalah suatu sifat yang ingin selalu berusaha mempengaruhi orang lain agar amarah / marah orang tersebut meluap dengan tujuan agar dapat memecah belah persatuan dan tali persaudaraan agar timbul permusuhan dan kebencian antar sesama.

4. Fitnah
Fitnah lebih kejam dari pembunuhan adalah suatu kegiatan menjelek-jelekkan, menodai, merusak, menipu, membohongi seseorang agar menimbulkan permusuhan sehingga dapat berkembang menjadi tindak kriminal pada orang lain tanpa bukti yang kuat.

5. Buruk Sangka
Buruk sangka adalah sifat yang curiga atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas.

6. Khianat / Hianat
Hianat adalah sikap tidak bertanggungjawab atau mangkir atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Khianat biasanya disertai bohong dengan mengobral janji. Khianat adalah ciri-ciri orang munafik. Orang yang telah berkhianat akan dibenci orang disekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan dipercaya lagi untuk mengemban suatu tanggung jawab di kemudian hari.


Tiga istilah penyakit hati:

Hasud adalah rasa atau sikap tidak senang terhadap kehormatan (kenikmatan) yang diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkannya atau mencelakkannyaorang lain.

Seorang yang beriman kepada qada dan qadar tentu tidak akan bersikap dengki kepada orang lain yang mempunyai kelebihan karena ia menyadari bahwa hal itu merupakan kehendak dan kekuasaan Allah Swt.

Setiap muslim / muslimah wajib hukumnya menjauhi sifat hasud (dengki) karena hasud termasuk sifat tercela dan merupakan perbuatan dosa. Firman Allah:


Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikarunkan Allah kepada sebahagiankamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Q.S. An-nisa, 4:32)

Rasulallah Saw bersabda:


وَلَا تَحَاسَدُوْا وَلَا تَقَاطَعُوْا وَلَا تَبَاغَضُوْا وَلَا تَدَابَرُوْا وَكُوْنُوْاعِبَادَاللَّهِ اِخْوَانًا كَمَا اَمَرَكُمُ اللَّهِ (رواه البحاري و مسلم)

Artinya “ janganlah kamu saling mendengki, saling memutuskan hubungan, saling benci membenci, dan saling belakang membelakangi yang tetapi jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara, sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu.”

Adapun kerugian atau bahaya yang ditimbulkan oleh sifat hasud antara lain:

Dapat merusak iman yang hasud.
Dapat memutuskan hubungan persaudaraan dan menghapus segala kebaikan yang pernah dilaksanakan.
Dapat menimbulkan kerugian atau bencana baik bagi pendengki maupun orang yang didengki. Itulah sebabnya di dalam Alquran surat Al-Falaq, 1, 2 dan 5, orang-orang diperintah untuk mohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan pendengki apabila mendengki(hasud).
Dapat merusak mental (hti) pendengki itu sendiri, sehingga kehidupan merasa gelisah dan tidak memperolah ketentraman.

v Riya adalah memperlihatkan suatu ibadah dan amal shaleh kepada orang lain bukan karena Allah, karena sesuatu selain Allah. Sedangkan mendengarkan ucapan ibadah dan amal saleh kepada orang lain dengan maksud kepada riya’ disebut sum’ah. Riya dan sum’ah termasuk perilaku tercela, syirik kecil yang hukumnya haram dan harus dijauhi oleh setiap muslim(muslimah). Rasulallah bersabda:



اَخْوَفُ مَا اَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْاَصْغَرُ فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَاَلَ اَلرِّيَاءُ (رواه احمد)

Artinya: “Sesungguhnya yang sangat aku takutkan yang akan menimpa kamu ialah syirik kecil. Nabi Saw ditanya tentang apa yang dimaksud dengan syirik kecil itu maka beliau menjawab; yaitu Riya. (H.R. Ahmad).


Riya dalam urusan keagamaan, misalkan:

Seseorang mempercayakannya kepada kebenaran agama islam dan seluruh ajarannya, padahal hatinya sebenarnya tidak percaya. Ia memperlihatkan kepercayaannya itu bukan karena Allah tetapi karena ingin memperoleh pujian dan keuntungan duniawi. Ia termasuk orang munafik.

Seseorang melakukan salat berjamaah di mesjid dengan maksud bukan ingin memperoleh keridaan Allah Swt, teapi agar mendapat penilaian dari masyarakat sebagai muslim yang taat, orang seperti itu kalau berada sendirian biasanya tidak mau mengerjakan salat.


Riya dalam urusan keduniaan misalnya:

Seseorang memperlihatkan kesungguhan dan kedisiplinannya dalam bekerja kepada atasannya, dengan tidak dilandasi nilai ikhlas kepada Allah Swt, karena ingin dinilai baik oleh atasannya, lalu pangkatnya atau gajinya dinaikan. Orang sebenarnya ini bila pangkatnya atau gajinya tidak naik tentu kerjanya akan bermalas-malas.

Adapun kerugian atau bencana akibat riya antara lain:
Para pejabat yang bermental jahat, apabila suka bersikap dan berperilaku riya’, tentu akan melakukan perbuatan yang merugikan rakyat, seperti korupsi. Orang-orang yang riya dibidang kepercayaan dan keimanaan, sebenarnya merupakan orang-orang munafik yang pada suatu saat akan menodai kesucian islam dan mencelakakan kaum muslimin.

Seseorang yang beribadah dan beramal saleh tidak berlandaskan dengan niat karena Allah Swt, tetapi tujuannya hanya untuk kemsyuran atau keuntungan dunia, maka di alam akhirat kelak ia akan dicampakan ke dalam neraka.


v Aniaya adalah bersikap dan berperilaku tidak adil aniaya atau bengis yaitu suatu tindakan yang tidak manusiawi yang bertentangan dengan hak sesama manusia. Firman Allah Swt:

Artinya: “Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.



Sifat aniaya atau zalim dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

a) Aniaya kepada Allah SWT dengan cara tidak mau melaksanakan perintah Allah yang wajib, dan tidak meninggalkan larangan Allah yang haram.

b) Aniaya terhadap sesame manusia seperi ghibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), fitnah, mencuri, merampok, melakukan peniksaan, dan melakukan pembunuhan.

c) Aniyaya terhadap binatang misalnya menjadikan binatang sebagai sasaran latihan memanah atau menembak, menelantarkan binatang peliharaan dan menyembelih hewan dengan senjata yang tumpul.

d) Aniyaya terhadap diri sendiri, misalnya: membiarkan diri sendiri dalam keadaan bodoh dan miskin, karena malas, meminum minuman keras, menyalah gunakan obat-obat terlarang, menyiksa diri sendiri, dan bunuh diri.


Keburukan-keburukan perbuatan aniyaya dapat menimpa pelaku, orang yang dianiaya dan masyarakat.

Keburukan-keburukan yang akan dialami oleh penganiaya antara lain:

Tidak akan disenangi bahkan akan dibenci masyarakat

Hidupnya tidak akan tenang, karena dibayangi rasa takut

Memcemarkan nama baik dirinya dan keluarganya

Keburukan-keburukan yang akan dialami oleh orang yang dianiaya dan masyarakat antara lain:

Orang yang dianiaya akan mengalami kerugian dan bencana sesuai dengan jenis penganiayan terhadap dirinya, misalnya: kehilangan harta benda, menderita sakit fisik dan memtal bahkan sampai kehilangan jwa.

Bila penganiaya itu terjadi dimana-mana maka masyarakat tidak akan memperoleh kedamaian dan ketentraman.

Semangat dan gairah kerja masyarakat akan menurun, karena mereka dibanyangi rasa takut terhadap perbutan-perbuatan orang zalim.

HASAD DENGKI, kita tentu sudah sangat familiar dengan kata-kata tersebut. Bahkan dulu mungkin sewaktu pelajaran agama SD , kita sering memilih sifat tercela yang satu ini ketika diminta menuliskan contoh sifat tercela. Hasad dengki sering disebut juga dengki atau iri dan hasad. Untuk mendiagnosis gejala penyakit hasad dengki ini sebenarnya cukup simpel, yaitu dengan cukup bertanya kepada diri kita, apakah kita termasuk orang yang senang lihat orang susah dan susah lihat orang senang? Nah, apabila di dalam hati kita terdapat tanda-tanda atau sifat diatas itu maka boleh jadi kita termasuk orang yang sedang terjangkit penyakit Hasad Dengki, sebuah penyakit diantara sekian banyak penyakit ruhani yang amat berbahaya. Kita mesti segera mencari obatnya, sebab kalau kita kekalkan penyakit ini di dalam hati, maka kita takut tidak selamat di dunia terlebih di akhirat.

Tetapi sayang hingga saat ini belum ada Rumah Sakit Spesialis Penyakit Hasad Dengki. Berarti ya kita mesti cari dokter ruhani alias Mursyid yang dapat mengobati penyakit hati hati kita..

Hampir setiap orang menderita penyakit hasad dengki ini, cuma bedanya banyak atau sedikit, bertindak atau tidak. Dalam sebuah hadis disebutkan tentang enam golongan manusia yang dicampakkan ke dalam neraka, satu diantaranya adalah orang atau ulama yang di dalam hatinya terdapat hasad dengki.

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : “sesungguhnya hasad dengki itu memakan kebaikan sepertimana api memakan kayu bakar”

Orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit hasad dengki ini, hidupnya tidak akan pernah bahagia, jiwanya senantiasa menderita dan tersiksa. Hatinya selalu tersiksa jika melihat orang lain lebih dari dirinya atau mendapat nikmat serta kejayaan. Dan sebaliknya dia akan bergembira bila orang lain susah dan gagal.

Maka dari itu, hasad dengki inilah penyakit kronis yang merusak perpaduan dan ukhuwah. Akan timbul di dalam masyarakat fitnah memfitnah, dendam mendendam, buruk sangka,mengumpat, mengadu domba, dan dosa-dosa lain yang akan menghapuskan segala kebaikan.

Seseorang yang melayani sifat hasad dengkinya, maka pada hakikatnya dia adalah orang yang paling biadab dengan Allah, sebab secara tidak langsung dia benci kepada Allah, dia tidak redha pada apa yang Allah telah berikan kepada orang lain serta kepada dirinya.Sekalipun ibadahnya banyak, tahajudnya banyak dan shalatnya banyak.

Dalam sebuah kisah para Sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, terjemahannya : “ wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang wanita yang berpuasa siang hari dan shalat tahajud di malam harinya, tetapi selalu menyakiti tetangganya dengan lidahnya”. Jawab baginda Rasulullah SAW : “ Tidak ada kebaikan lagi baginya, ia adalah ahli neraka”.

tips yang mesti kita lakukan sebagai mujahadah terhadap hasad dengki ialah :

Setiap kali orang yang kita dengki mendapat kejayaan, maka kita ucapkan selamat kepadanya. Dan sebaliknya apabila dia tertimpa kesusahan maka kita menumpang sedih juga atas apa yang menimpanya serta menghiburnya.
Sanjung, sebut dan pujilah kebaikan serta keistimewaan orang yang kita dengki di belakang dia, dan kalau ada keburukannya kita rahasiakan. Doakan kebaikan untuknya.
Sering-sering bersilaturahmi serta memberi hadiah kepada orang yang kita dengki tersebut.

sumber:google.com

0 comments:

 
template by suckmylolly.com flower brushes by gvalkyrie.deviantart.com